Rabu, 04 Juli 2012

SAATNYA KITA MENJAUHI KESYIRIKAN

Oleh H. Akmal Munir, Lc, MA Sebagai seorang mukmin kita diwajibkan untuk mentauhidkan Allah SWT. Tidak mencampur adukan tauhid dengan syirik. Allah SWT menyuruh kita beribadah kepada-Nya dan melarang kita untuk berbuat syirik dalam ibadah itu. Allah menjanjikan keampunan, pahala dan surga untuk orang yang beribadah kepada Allah dengan ikhlasو jauh dari riya’ dan syirik. Sebaliknya Allah mengancam orang yang berbuat syirik dengan kesengsaraan, batalnya pahala amalan dan masuk neraka. Jika kita melihat kondisi masyarakat dan zaman kita hari ini, maka kita akan mendapati banyaknya fenomena kesyirikan dan penyimpangan tauhid. Semua itu membuat susah kita untuk mempertahankan nilai-nilai tauhid dalam keseluruhan hidup kita. Praktek kesyirikan sudah membudaya dan mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Praktek kesyirikan itu berada jelas dihadapan dan sekililing kita. Acara-acara TV yang kita tonton penuh dengan nuansa-nuansa syirik. Film-film dan sinetron yang diputar penuh dengan kesyirikan. Bahkan sinetron dan film-film para wali, sunan dan siaran-siaran yang berlabel agamapun dibungkus dengan hal-hal yang berbau syirik. Kita berharap dengan menonton film-film para wali, akan menambah ilmu, amal dan keimanan kita. Namun kenyataannya film-film itu justru membuat hati kita gersang dan hampa. Kita berharap dengan menonton film para wali tersebut bertambah iman dan tawakkal kepada Allah. Namun realitanya justru membuat kita terkagum-kagum dengan pribadi dan tokoh yang difilmkan dengan melupakan Allah Swt. Itu adalah gambaran sinetron dan film-film yang dianggap Islami atau bernuansa religius. Apalagi film-film yang awalnya dirancang untuk menebar kesyirikan. Media kita, baik yang elektronik maupun yang media cetak dipenuhi dengan iklan dan praktek syirik. Praktek perdukunan, meramal, dan praktek sihir difasilitasi oleh media kita. Di koran dan majalah yang beredar di tengah masyarakat kita, ditemukan banyaknya iklan syirik. Iklan-iklan tersebut menawarkan penyelesaian masalah secara instan dan cepat. Mereka menawarkan solusi keluarga, bisnis dan kesehatan dengan jimat dan mantra atau kerjasama dengan jin dan syetan. Budaya kesyirikan itu sudah cukup menghantui masyarakat kita disegala lini kehidupannya. Ada seorang teman yang bercerita ketika akan melaksanakan pesta pernikahan, dia dianjurkan untuk mencari pawang hujan, sehingga ketika acara hujan tidak turun, atau ketika hujan turun bisa diundur turunnya dengan dipindahkan ketempat lain. Keluarga pengantin perempuan dianjurkan untuk mendatangi pak dukun/orang pintar/ paranormal, meminta pertolongan mereka untuk memagari anak gadis ini sehingga tidak diganggu oleh orang yang dengki. Sang pengantin pun dimandikan dengan ritual khusus dan dipakaikan jimat-jimat di badan atau disekitar pentas dan bahkan mantra-mantra dan sesajen disekitar rumah. Setelah hamil, disamping bersyukur, sang ibu yang hamil pun merasa risau jangan-jangan anak yang dikandungnya akan diganggu oleh syetan, palasik, hantu atau orang jahat. Untuk mengamankannya, dia pun sibuk mencari dukun/orang pintar/ paranormal untuk diberikan sabuk (jimat) pengaman. Sang ibu pun diberikan jimat dan penangkal-penangkal tertentu. Ada juga yang tidak perlu datang ke dukun. Dia cukup membawa dasun tunggal (bawang putih tunggal) dalam kantongnya. Atau membawa gunting. Mereka meyakini bahwa benda-benda tersebut bisa menjaga mereka dari gangguan syetan, palasik dan mata orang jahat. Ketika anak lahir, maka di leher anak digantung jimat/tanggal atau lengannya diikat berbagai macam benang. Lagi-lagi ini berfungsi untuk menjaga anak dari gangguan syetan dan makhluk halus. Ketika Gunung Merapi meletus dan memporak porandakan perkampungan dan menyebabkan sekian banyak kematian, seharusnya masyarakat kita diajak untuk bertaubat, menyadari kesalahan diri dan bertawakkal kepada Allah. Namun yang terjadi sebaliknya, masyarakat kita diajak untuk mengagumi/mengkultuskan pribadi/tokoh yang penuh nuansa syirik. Di tengah ketidak berdayaan kita, bangsa ini diajak untuk mengagumi juru kunci/ penjaga gunung. Karena juru kuncinya sudah mati, maka pihak keraton akan mengangkat juru kunci baru. Beliau dipilih karena dialah yang paling mampu berkomunikasi dengan mahluk-mahluk halus yang ada di Gunung Merapi tersebut. Benar atau tidaknya cerita ini, saya pun kurang pasti. Namun cerita ini diriwayatkan dari mulut ke mulut, yang kalau ditinjau dari perawinya bisa mencapai ke derajat mutawatir, yang menyebabkan para periwayatnya mustahil berkumpul dalam kedustaan. Sudahlah… Deretan kesyirikan itu kalau kita sebutkan satu persatu tak akan cukup dengan beberapa lembar kertas ini. Bisa membutuhkan beribu-ribu halaman dan berjilid-jilid buku. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengingatkan para pembaca untuk mencermati berbagai fenomena tersebut setelah itu merenungkannya, apakah hal-hal tersebut di ridhoi oleh Allah Swt atau tidak. Bisakah fenomena-fenomena tersebut dianggap tidak bertentangan dengan tauhid?. Penulis justru khawatir , jangan-jangan. musibah demi musibah yang menimpa bangsa kita ini.disebabkan oleh dosa-dosa yang kita lakukan sebagai bangsa Indonesia. Sedangkan dosa atau kezaliman yang paling besar adalah dosa syirik. Jangan-jangan musibah yang menimpa bangsa tersebut karena kita, dan pemimpin kita seolah-olah tidak perduli dengan berbagai praktek kesyirikan. Nasehat pertama Lukmanul Hakim kepada anaknya adalah supaya tidak mensyirikkan Allah Swt dengan selain-Nya dan menekankan bahwa syirik adalah kezaliman dan dosa yang paling besar. ”Dan (ingatlah) ketika Luqman berpesan kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan (mensyirikkan) Allah, sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar (Luqman : 13) Walau bagaimanapun kesalehan amal seseorang, jika dia berbuat syirik, kesyirikan itu akan membatalkan amalannya. Dosa syirik tak akan diampunkan oleh Allah, jika mati dalam kesyirikan itu. Pelaku kesyirikan diharamkan masuk surga dan tempatnya kekal dalam neraka. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah sungguh dia telah berbuat dosa yang besar (An-Nisa:48). Saatnya kita menyelamatkan bangsa ini, saatnya kita meninggalkan kesyirikan, bertauhid dan bertawakkal kepada Allah.

HATI YANG SEHAT

Oleh H. Ustad Akmal Abdul Munir, Lc., MA Semua kita tentu memiliki hati. Tapi belum tentu memiliki hati yang sehat. Para ulama membagi hati menjadi beberapa macam: Al-Qalbu Al-Salim (hati yang selamat/sehat), Al-Qalbu al-Maridh (hati yang sakit), Al-Qalbu al-Mayyit (hati yang mati). Tipe yang manakah hati kita? Ini perlu menjadi perhatian kita. Karena ada orang yang risaunya berlebihan ketika salah satu anggota badannya sakit. Sibuk mencari obat dan konsultasi dengan dokter. Sebaliknya mereka acuh tak acuh saja ketika hatinya yang sakit. Padahal hati adalah sumber kebaikan hidup seseorang. Rasulullah Saw mengatakan: “Ingatlah, sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ingat, ia itu adalah al-Qalbu (Hati).” (Muttafaq `alaih). Ibnu Hajar mengatakan: “Dikhususkan hati dengan hal itu karena hati adalah amiirul badan (yang menjadi pemimpin badan), ketika pemimpin baik maka baik pula rakyatnya, ketika pemimpin rusak, kemungkinan besar rakyatnya juga jadi rusak. Itu merupakan besarnya fungsi Qalbu (hati). Menjadi dorongan untuk memperbaikinya dan menjadi isyarat bahwa usaha yang baik mempunyai pengaruh kepada hati dan pemahaman”. Dalam tulisan ini kita akan melihat hati kita masih sehat atau tidak? Apa yang dimaksud dengan hati yang sehat? Apa saja tanda-tanda hati yang sehat?. Al-Qasimi mengatakan: Qalbun salim (hati yang sehat) adalah hati yang bebas dari Penyakit kekufuran, nifaq, dan akhlak-akhlak yang tercela dan keinginan-keinginan yang keji. Ibn Hajar mendefinisikan Qalbun Salim dengan hati yang selamat dari kotoran dan syirik. Ibnu Qayyim mengatakan: “Qalbun Salim itu adalah hati yang selamat dari kesyirikan, dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah SWT, memberikan mahabbah (kecintaan), tawakkal, kembali, takut dan raja’ (harapan) hanya kepada Allah. Dia ikhlaskan amalnya kepada Allah. Jika dia memberi, memberi karena Allah. Jika dia menahan/tidak memberi, dilakukan karena Allah. Tidak cukup sampai disitu, bahkan menyerahkan kepatuhan dan berhukum hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Qalbun Salim (hati yang sehat) adalah hati yang terbebas dari syirik, dengki, irihati, bakhil, sombong, cinta dunia dan jabatan. Hati yang selamat dari segala penyakit yang menjauhkannya dari Allah SWT. Dan selamat dari segala yang bisa memutuskan hubungannya dengan Allah. Hati yang seperti ini berada dalam surga yang disegerakan di dunia, dan berada dalam surga di alam barzah, dan dalam jannah (surga) di hari Kiamat. Dan keselamatan hati itu tidaklah sempurna sehingga hati itu selamat (terbebas) dari lima perkara: dari syirik yang bertentangan dengan tauhid, dari bid`ah yang berlawanan dengan sunnah, dari syahwat yang bertentangan dengan perintah, terbebas dari lalai yang bertentangan dengan zikir, dan terbebas dari hawa nafsu yang membatalkan tajarrud dan ikhlas.” Hati sehat akan memberikan pengaruh positif dalam kehidupan seseorang, diantaranya adalah: kehidupan yang bahagia, jiwa yang tenang, dan hati yang mantap. Hati yang sehat akan menjadi hati yang bercahaya dan lapang. Hati yang sehat dapat menemukan kebenaran, dan membedakan antara yang hak dengan yang bathil, bisa melihat kebesaran ayat-ayat Allah SWT. “Dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An`am:122) Diantara tanda-tanda hati yang sehat adalah: melakukan amal dengan itqon (sebaik mungkin), tetapi masih merasa ada yang kurang, dan merasakan besarnya dosa yang dilakukan, merasa khawatir dari kesalahan hati. Anas bin Malik RA mengatakan: “Sesungguhnya kamu mengetahui amalan-amalan/pekerjaan-pekerjaan yang dalam pandangan kamu lebih halus dari rambut, padahal dulu di zaman Rasulullah SAW kami menganggapnya sebagai al-mubiqaat (hal-hal yang membinasakan).” Diantara tanda-tanda hati yang sehat itu adalah: hati yang tentram, tenang dan khusyu` ketika membaca Al-Qur’an dan berbekas dalam akhlak dan kesehariannya. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra`d: 28) Dan tanda hati yang sehat itu diantaranya adalah: sabar atas kesusahan dan musibah dan bersyukur atas kesenangan dan nikmat yang diterima. Rasulullah mengatakan: “Mengagumkan urusan seorang mukmin, seluruh urusannya baik. Jika dia mendapat nikmat, dia bersyukur. Dan jika dia mendapat kesusahan, dia dia sabar, itu baik untuknya.” Tanda hati yang sehat diantaranya adalah hati yang tak lalai dari mengingat Allah SWT, dan tidak berteman dengan yang bisa melalaikannya dari berzikir kepadaNya. Diantara tanda hati yang sehat adalah hati yang ketika masuk dalam sholat, hilanglah kesusahan dan kesedihannya di dunia. Dia merasakan rehat, kenikmatan dan kesejukan hati. Hati yang sehat merasakan rugi ketika waktunya habis sia-sia dan tak berguna. Hati yang sehat berusaha untuk membetulkan segala amal ibadahnya. Bersemangat memupuk. keikhlasan, mendengarkan dan menerima nasehat yang baik. Bersemangat mengikuti Rasulullah dan berbuat ihsan. Semoga Allah SWT menganugerahi kita hati yang sehat dan memberi kita kebahagiaan dunia dan akhirat. Amiin.

Selasa, 03 Juli 2012

HAK DAN KEWAJIBAN SESAMA MUSLIM

H. Akmal Abdul Munir, Lc., MA: Dalam kehidupan ini kita sering lupa bahwa kita tidak memberikan hak saudara kita sesama muslim. Sering kita tidak menunaikan kewajiban kita terhadap saudara kita sesama muslim, baik secara sengaja maupun tak sengaja. Sangat berat bagi sebagian kita untuk mengucapkan salam kepada muslim yang kita temui. Sangat berat untuk memberikan sekedar senyum dan muka yang ramah. Terlalu berat rasanya untuk mendoakan kebaikan untuk saudara kita, apalagi untuk orang yang kurang baik kepada kita. Sering kita bakhil dengan nasehat untuk saudara kita, padahal ada diantara mereka yang memerlukan nasehat dan bimbingan. Begitu malasnya sebagian kita untuk mengunjungi dan menghibur kawan atau kerabatnya yang sedang sakit. Jika ada terjadi kematian, maka orang yang melayat dan menyelenggarakan jenazahnya sangat sedikit bila dibandingkan jumlah masyarakat yang ada di daerah itu. Bahkan ada sebagian kita tidak mau menyediakan waktu untuk menghadiri pesta atau undangan acara yang diadakan saudaranya sesama muslim. Sebenarnya kita tidak bisa mengelak dari berbagai hak yang harus kita berikan kepada saudara kita dan tak bisa lari dari kewajiban dan tanggungjawab yang harus kita tunaikan. Kalau kita mau membaca dan merenungkan hadits-hadits Rasulullah Saw, niscaya kita akan termotivasi untuk melakukannya. Karena setiap perbuatan baik yang kita lakukan itu akan menjadi simpanan amal bagi kita di akhirat, bahkan sewaktu masih hidup di dunia pun kita sudah dapat memetik hasil amal kita itu. Banyak keutamaan dan faedah yang didapat oleh seorang muslim ketika dia melakukan setiap kewajibannya terhadap saudaranya. Dalam banyak hadits disebutkan jketika kita memberikan hak saudara sesama muslim, justru itu menjadi puncak kebahagiaan hidup seseorang. Setidaknya ada enam perkara hak dan kewajiban sesama muslim yang disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya. “Hak dan kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lainnya ada enam perkara. Ditanyakan kepada Rasulullah:, “Apa yang enam itu, Ya Rasulullah?. Dijawabnya, “Apabila engkau menemuinya, maka ucapkanlah salam. Apabila engkau diundang, maka penuhilah undangan itu. Apabila kamu diminta nasehat, maka nasehatilah dia. Apabila dia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’, maka doakanlah dia. Apabila ada yang sakit, maka jenguklah dia. Apabila ada yang meninggal, maka ikutilah penyelenggaraan jenazahnya.” HR. Imam Muslim. Kewajiban pertama dalam hadits itu adalah mengucapkan salam kepada muslim yang kita temui. Dalam hadits lain disebutkan bahwa salam itu diucapkan kepada sesama muslim, baik yang kita kenal atau tidak. Indah memang, subhanallah, ada suasana persaudaraan yang menonjol jika salam ini dibudayakan. Lakukanlah dengan ikhlas, dari hati yang tulus, dengan senyum dan wajah yang ramah. Masya Allah, akan terwujud masyarakat yang harmonis dan saling menghargai. Saling mendoakan dengan keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah untuk kita. Salam yang paling singkat: Asslamu`alaikum, bisa dijawab dengan yang sama: wa`alaikumussalam, atau dijawab dengan yang lebih baik dan lebih sempurna: wa`alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Dalam hadits lain Rasulullah mengatakan bahwa menebar salam merupakan salah satu amalan yang bisa menghantarkan kita ke dalam syurga. Dalam hadits yang lain disebutkan: “Kamu tidak akan masuk surga sehingga kamu beriman, kamu tidak beriman, sehingga kamu saling mencintai. Maukah kamu aku tunjukkan suatu perkara jika kamu melakukannya, kamu saling mencintai?, tebarkanlah salam di antara kamu.” HR. Imam Muslim. Kenapa kita masih berat mengucapkan salam, masihkah kita merasa malu? Ataukah kita merasa malas mendoakan keselamatan untuk sesama? Ataukah kita belum mengamalkannya karena belum mengetahui keutamaannya?. Melalui tulisan ini penulis mengajak pembaca untuk mengamalkan syariat menebar salam ini, sehingga makna salam yang kita ucapkan itu dapat kita realisasikan dalam kehidupan kita. Hidup yang selamat, penuh kucuran rahmat dan kasih sayang Allah dan hidup yang penuh berkah. Hak dan kewajiban sesama muslim yang kedua adalah memenuhi undangan pesta atau jamuan. Selama dalam acara pesta itu tidak ada acara-acara yang dilarang, tidak ada makanan dan minuman yang diharamkan, maka yang mendapat undangan sangat ditekankan untuk menghadirinya. Kita ingin menggembirakan dan membahagiakan saudara kita dengan kehadiran kita. Kita bisa bayangkan, seandainya kita menyiapkan makanan untuk seribu undangan, dan yang hadir cuma 300 orang. Bagaimana rasanya perasaan, ketika melihat sedikitnya undangan yang datang dan ketika melihat makanan sisa untuk 700 orang?. Selayaknyalah kita menghadiri undangan jamuan saudara kita sesama muslim, jika kita tidak mempunyai uzur yang syar`i. Dan tentu saja yang diharapkan oleh yang mengundang adalah keberkahan dan Allah dengan do’anya orang-orang yang hadir. Dan semakin banyak yang hadir semakin banyak pula keberkahan yang turun. Yang ketiga adalah menasehati saudara yang meminta nasehat. Janganlah bakhil dengan kata-kata, barangkali untaian kata-kata nasehat itub bermanfaat bagi yang menerimanya. Betapa banyak orang yang terkesan dengan sebuah nasehat yang mereka dengar. Cara pandang hidupnya berobah kearah yang positif, semangat hidupnya hidup lagi, semangat ibadahnya tumbuh dan meningkat, etos kerjanya membaik, hubungan dengan keluarga semakin mesra dan sederetan pengaruh baik yang didapat setelah mendapatkan nasehat dari saudaranya. Di samping orang yang meminta nasehat, ada orang yang perlu dinasehati karena kondisi dia memerlukan nasehat. Orang yang seperti ini juga perlu perhatian dan nasehat. Yang keempat adalah mendoakan orang yang bersin ketika dia mengucapkan Alhamdulillah dengan doa: ”Yarhamukallahu (semoga Allah merahmatimu). Setelah itu orang yang bersin itu balik berdoa: Yahdikumullahu wa yushlihu balakum (semoga Allah menunjukimu dan memperbaiki kondisimu). Ini perlu kita biasakan dan kita ajarkan kepada generasi penerus. Hak dan kewajiban sesama muslim yang kelima adalah mengunjungi orang sakit. Hak dan kewajiban ini akan lebih besar lagi ketika yang sakit itu teman atau kerabat. Kehadiran seorang saudara menjadi penghibur bagi yang sakit. Kata-kata nasehat dan motivasi sangat diharapkan untuk yang sakit. Sering kita melupakan doa untuk yang sakit, padahal doa ini sangat dibutuhkan. Rasulullah Saw selalu mendoakan orang sakit yang dikunjunginya. “La ba’sa Thohur, Insya Allah”. (Tidak apa-apa, membersihkan, Insya Allah). Selayaknya kita menghafal doa-doa untuk yang sakit yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Hak yang keenam ialah bila ada yang meninggal, menghadiri dan menyolatkan jenazahnya. Ini barangkali adalah kesempatan terakhir kita berbuat kebaikan padanya semasa di dunia.

WANITA CANTIK DAN SHOLEHAH (Mengenang hari Kartini)

oleh Yulima Ozeni Yusnita, S.Ag: “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (HR. Ibnu Majah) Setiap tanggal 21 April di setiap daerah di Indonesia, di kantor-kantor ataupun sekolah-sekolah disibukkan dengan kegiatan-kegiatan perlombaan untuk memperingati hari Kartini, salah seorang pejuang nasional “pembebas “kaum wanita. Mulai dari anak-anak sampai perlombaan untuk orang dewasa. Peragaan busana kebaya lengkap dengan konde di kepala, sambil berlenggak-lenggok di atas pentas, mereka bergaya bak Kartini muda. Itu di antara perlombaan yang kerap diadakan. Kartini sebagai pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita, memperjuangkan bagaimana wanita bisa bebas dari kebodohan, punya hak yang sama dalam pendidikan. Ini semua bisa dengan tuntas kita baca dalam kumpulan surat-surat Kartini kepada kawannya, yang kemudian dibukukan dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Apapun yang dilakukan oleh Kartini, ia sebenarnya hanya sedikit meneruskan apa yang telah diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Saw ... 14 abad yang silam. Wanita di masa sebelum Islam hanya menjadi budak pemuas nafsu, dijajah, dihina dan disamakan dengan syetan (karena telah ikut membujuk Adam untuk memakan buah khuldi sehingga mereka dikeluarkan dari syurga oleh Allah SWT). Wanita tidak mendapat haknya, malah disamakan dengan barang sehingga bisa diwariskan dan diperjual belikan. Di tanah Arab, banyak ayah akan malu bila istrinya melahirkan anak perempuan, sehingga mereka akan tega mengubur anaknya hidup-hidup. Lalu ketika agama Islam datang yang dibawa oleh manusia pilihan Nabi Muhammad, kedudukan wanita diangkat dan dimuliakan. Hal ini bisa kita lihat dalam beberapa haditsnya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan padamu durhaka kepada ibu dan mengubur hidup-hidup anak perempuan.” (HR Bukhari) “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw sambil bertanya: “Ya Rasulullah, siapa gerangan yang paling berhak aku pergauli dengan baik? “ Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa? “Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?“ Beliau menjawab: “Bapakmu.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah) “Sesungguhnya syurga itu di bawah kedua kaki ibu.” (HR.An-Nasai dari Mu’awiyah bin Juhaimah Al-Sulami) Kemudian di dalam Al-Qur’an, Allah membuat khusus dalam salah satu surah-Nya yaitu surat An-Nisa’, yang memuat di antaranya tentang pembagian warisan yang menjadi hak wanita. Lihatlah! Betapa agungnya Islam yang memuliakan wanita, saudara kandung laki-laki. Wanita diberikan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam beribadah kepada Allah dan beramal sholeh, sehingga dijanjikan pahala yang sama-sama dengan laki-laki yang juga bertakwa dan beramal sholeh. “Siapa yang melakukan perbuatan yang baik, dari laki-laki dan wanita, dan dia itu beriman, niscaya Kami akan memberinya kehidupan yang baik, dan akan Kami balas mereka dengan pahala yang baik sebaik apa yang pernah mereka lakukan.” (QS.An-Nahl:97). Wanita di masa Rasulullah juga ikut dalam majelis ilmu yang diadakan oleh Rasulullah. Mereka tidak segan-segan juga bertanya tentang permasalahan agama yang tidak mereka pahami. Begitulah posisi wanita yang telah diangkat dan dimuliakan oleh Islam. Apapun posisi dan kedudukan seorang wanita dalam pekerjaannya jangan sampai membuat fitrah kewanitaannya berkurang. Emansipasi yang digaungkan oleh yang bukan Islam, banyak membuat wanita kehilangan fitrah dan jati dirinya. Karena bagaimanapun seorang wanita sebagai seorang hamba Allah, dia punya hak dan kewajiban kepada Allah. Wanita juga ketika sebagai seorang istri, walaupun ketika dia bekerja, gaji atau posisinya lebih tinggi dari suaminya, tidaklah membuat wanita berubah menjadi pemimpin dalam rumah tangganya. Dia tetap harus memenuhi hak dan kewajiban sebagai seorang istri. Karena bagaimanapun kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan kaum laki-laki terhadap kaum wanita ( baca selengkapnya di QS.An-Nisa’ ayat 34). Wanita dengan segala kelebihan dan kekurangannya juga adalah seorang ibu bagi anak-anaknya. Wanita adalah perhiasan dunia, yang indah, menyilaukan dan melenakan siapapun yang melihatnya. Siapapun ingin menjadi wanita cantik yang mempesona. Sehingga banyak yang merubah penampilan aslinya. Yang kulit hitam berusaha memutihkan kulitnya dengan kosmetik pemutih, yang pesek ingin mancung, yang gemuk melangsingkan tubuhnya dan sebagainya. Karena dalam dunia iklan digambarkan yang cantik itu hanya yang berkulit putih, rambut digerai, tubuh semampai dan sebagainya. Lalu bagaimana dengan wanita yang diberi Allah kulit yang hitam atau yang gemuk atau yang wajahnya biasa-biasa saja? Tak pantaskah ia diperhatikan? Tentulah tidak! Karena kecantikan bukan hanya yang terpancar secara lahir saja, kecantikan yang sebenarnya apa yang terpancar dari dalam batin seorang wanita. Lalu bagaimana caranya agar seorang wanita bisa cantik batinnya? Yang pertama: Harus mempunyai keimanan yang tinggi kepada Allah. Berusaha untuk selalu mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Wanita yang senantiasa mencuci mukanya dengan air wudhu’ dan selalu memakai pakaian taqwa. Kedua: Mempunyai sifat sabar, penyayang dan mempunyai sifat malu Ketiga: Mempunyai kecerdasan bukan hanya IQ tapi juga kecerdasan Spritual dan kecerdasan emosional. Keempat: Wanita yang selalu menjaga kehormatan dirinya. Memperingati hari Kartini tidaklah salah, namun jangan sampai setiap tahun kita hanya memperingati tanpa kesan untuk meneladani semangat Kartini. Menjadi wanita yang cantik lahir batin juga sholehah harus menjadi cita-cita setiap wanita. Karena wanita adalah tiang Negara, bila baik wanitanya maka baiklah bangsa dan negaranya. Wallahu’a’lam

Kiat Khusyu’ dalam Sholat

H. Akmal Abdul Munir, Lc., MA: Sholat adalah Ibadah yang sangat penting dalam Islam. Bahkan Sholat Lima Waktu adalah rukun Islam yang kedua. Sholat adalah tiang agama dan merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di hari kiamat. Sholat menentukan kwalitas amalan yang lain, jika sholat baik, maka kemungkinan besar amalan yang lain juga baik, dan jika nilai sholat merah, maka kemungkinan besar amalan lainnya juga merah. Mengingat begitu pentingnya peran sholat dalam Islam, maka sewajarnyalah seorang muslim memberikan perhatian yang besar tehadap amalan ini. Di antara yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana sholat yang didirikan itu dalam keadaan khusyu`, karena khusyu` adalah standar penting yang menentukan kwalitas ibadah sholat. Dalam tulisan ini penulis mengajak pembaca untuk meningkatkan usaha untuk mencapai kekhusyukan dalam sholat. Banyak dalil yang memotivasi kita untuk khusyu` dalam sholat, di antaranya adalah dalam surat Al-Mukminun: 1-2, yang artinya: “Sesungguhnya beruntung orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu` dalam sholatnya”. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa khusyu` dalam sholat merupakan satu di antara kriteria orang muflihun (beruntung/sukses dunia akhirat). Ada beberapa urgensi khusyu` dalam sholat, diantaranya adalah: 1. Khusyu` dalam sholat menjadi cermin seorang hamba di luar sholat. Khusyu` dalam sholat adalah ketundukan hati dalam zikir dan konsentrasi hati untuk taat yang dari situ nata’ij (hasil-hasil) ia peroleh di luar sholat.Oleh karena itu, Allah SWT memberi jaminan kebahagiaan bagi mukmin yang khusyu` dalam sholatnya. Mendirikan sholat yang benar dan khusyu` menjadi kendali diri sehingga jauh dari tindakan keji dan munkar. Allah SWT berfirman: “Tegakkanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah tindakan keji dan munkar.” (Al-Ankabut: 45). Sebaliknya, orang yang melaksanakan sholat sekedar menunaikan kewajiban atas dirinya dan tidak memperhatikan kwalitas sholatnya. “Celakalah orang yang sholat, yaitu orang lalai dari sholatnya” (Al-Maun:4-5). Sholat yang yang tidak khusyu` merupakan ciri sholat orang munafik, seperti firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas) menipu mereka. Jika berdiri untuk sholat, mereka berdiri malas-malasan. Mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak mengingat Allah, kecuali sangat sedikit.” (An-Nisa`: 142). 2. Meninggalkan khusyu` merupakan bencana bagi seorang muslim. Hilangnya khusyu` dalam sholat adalah musibah besar bagi seorang mukmin karena akan memberi pengaruh buruk bagi pelaksanaan agamanya. Rasulullah SAW berlindung kepada Allah SWT, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu`, jiwa yang tidak puas, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak dikabulkan.” 3. Khusyu` adalah puncak mujahadah seorang mukmin. Khusyu` adalah puncak mujahadah dalam beribadah dan hanya dimiliki oleh mukmin yang selalu bersungguh-sungguh dalam muraqabatullah. Khusyu` bersumber dari dalam hati yang memiliki iman yang kuat dan sehat. Khusyu` tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa orang yang imannya lemah. Pernah ada seorang laki-laki berpura-pura sholat dengan khusyu` dihadapan Umar bin Khattab ra dan ditegurnya, “Hai pemilik leher! Angkatlah lehermu! Khusyu` itu tidak berada di leher tetapi di hati”. Abu Darda’ meriwayatkan dari Nabi SAW: “Hal pertama yang diangkat dari umat ini adalah khusyu`, sampai-sampai kamu tidak menemukan seorang pun yang khusyu`”. (H.R. Imam Thabrani). Abu Abdullah Al-Asy`ari ra meriwayatkan, Rasulullah SAW melihat seseorang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Rasulullah SAW bersabda, “Jika orang ini mati dalam keadaan seperti itu tentu ia mati diluar agama Muhammad.” Beliaupun bersabda: “Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya bagai orang lapar, lalu ia makan satu atau dua biji kurma, ia tetap tidak merasa kenyang sedikit pun.” (H.R. Imam Thabrani, Imam Abu Ya`la dan Imam Khuzaimah). Ibnu Abbas ra mengatakan: “Kamu tidak mendapatkan apa-apa dari shalatmu selain yang kamu mengerti darinya. Dua rakaat sederhana yang penuh penghayatan lebih baik daripada qiyamullail tapi hatinya lalai.” Hudzaifah ra berkata: “Hati-hatilah kalian terhadap kekhusyu`an munafik.” Ada yang bertanya: “Apa yang dimaksud dengan kekhusyu`an munafik itu?.” Ia menjawab: “Orang kamu lihat jasadnya khusyu`, tetapi hatinya tidak khusyu`.” Said bin Musayyib melihat seseorang yang main-main dalam shalatnya, lalu berkata: “Jika hati orang ini khusyu`, tentu raganya juga khusyu`.” Kiat-kiat Khusyu` Dalam Sholat: Untuk mencapai sholat khusyu` perlu beberapa persiapan yang perlu dilakukan, ada persiapan secara bathin dan ada pula persiapan secara lahiriah. Adapun persiapan secara bathin adalah: 1. Menghadirkan hati dalam sholat sejak mulai hingga akhir. 2. Berusaha memahami dan tadabbur (menghayati) ayat dan doa yang dibaca sehingga timbul respons positif secara lansung. Contoh respons yang diharapkan adalah : Ketika membaca ayat yang mengandung perintah, bertekad untuk melaksanakannya. Ketika membaca ayat yang mengandung larangan , bertekad untuk menjauhi. Ketika membaca ayat yang mengandung ancaman, muncul rasa takut dan berlindung kepada Allah SWT. Ketika membaca ayat yang mengandung kabar gembira, muncul harapan dan memohon kepada Allah SWT. Ketika membaca ayat yang mengandung pertanyaan, memberi jawaban yang tepat. Ketika membaca ayat yang mengandung nasehat, mengambil pelajaran. Ketika membaca ayat yang mengandung nikmat, bersyukur dan bertahmid. Ketika membaca ayat yang menjelaskan peristiwa yang bersejarah, mengambil ibrah dan pelajarannya. 3. Merasakan haibah (keagungan) Allah SWT ketika berada dihadapan-Nya, terutama saat sujud. Rasulullah SAW mengatakan: “Sedekat-dekat seorang hamba dengan Tuhan-Nya adalah ketika bersujud. Perbanyaklah doa.” (HR. Imam Muslim) 4. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari. 5. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah SWT dengan sebenar-benar haya’. Adapun persiapan secara zhahir adalah: 1. Menjauhi yang haram dan maksiat, dan banyak bertobat kepada Allah SWT. 2. Memperhatikan dan menunggu-nunggu waktu sholat. 3. Berwudhu’ dengan sempurna sebelum datangnya waktu sholat. 4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca zikir dan doa. 5. Menempatkan diri pada shaf depan. 6. Melakukan shalat sunat sebelum shalat wajib. 7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari makruhnya. Marilah kita mencoba dan berusaha menggapai sholat khusyu` dengan mengusahakan kiat-kiat yang disebutkan di atas. Semoga kita dapat menikmati sholat kita dan sholat itu dapat memberikan pengaruh positif dalam kehidupan kita di dunia dan menjadi amalan andalan kita di akhirat.

Minggu, 24 Juni 2012

Budaya Tilawah dan Khatam Al-Qur’an

H. AKMAL ABDUL MUNIR, lc.,MA : Saya sering bertanya kepada jama’ah dan mahasiswa, “Sudah berapa kali khatam Al-Qur’an selama kehidupannmu?” Rata-rata mereka susah menjawabnya. Susah menjawabnya, bukan karena berkali-kali khatam Al-Qur’an, sehingga susah menghitungnya, tetapi karena jarangnya mereka membaca Al-Qur’an. Jika ibu-ibu dan bapak-bapak yang ditanya, mayoritas mereka, menjawab 2 kali. Satu kali ketika tamat MDA/TPA dulunya, dan sekali lagi ketika akad nikah. Ada pula yang menjawab, yang pertama ketika tamat MDA dan kedua kalinya ketika sunat rasul. Itupun makna khatam menurut mereka ini bukanlah khatam dari Surah Al-Fatihah sampai Surah An-Nas tetapi dari Surah Adh-Duha sampai Surah An-Nas (separuh Juz 30). Jika mahasiswa yang ditanya, mereka rata-rata menjawab baru satu kali, itupun ketika tamat MDA/TPA dulu. Mendengar jawaban itu, saya lanjutkan pertanyaan saya, kalau begitu sejak tamat MDA dulu apakah kamu tidak membaca Al-Qur’an? Ada yang menjawab, sudah jarang membacanya, Ustadz. Ada pula yang menjawab, “Saya terus membacanya, minimal satu kali satu minggu, setiap malam Jum’at saya membaca Yasin.” Kebanyakan mahasiswa menjawab bahwa mereka selalu membaca, tetapi mereka membacanya secara tidak beraturan. Setiap kali membaca Al-Qur’an, mereka membaca Al-Qur’an di halaman yang kebetulan terbuka. Mereka membaca satu atau beberapa halaman. Kemudian menutupnya begitulah seterusnya tanpa keteraturan halaman dengan tanpa ada target untuk menyelesaikan bacaan dari Surah Al-Fatihah sampai Surah An-Nas. Mendengar jawaban itu, saya menanyakan lagi, ”Tidakkah antum punya keinginan membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir (khatam Al-Qur’an)? Tidakkah antum ingin dikelilingi ribuan malaikat yang mendoakan kebaikan dan keselamatan untuk orang yang khatam Al-Qur’an? Untuk pertanyaan ini mereka sepakat menjawab, ”Kami mau, Ustadz”! Nampaknya, secara umum masyarakat kita belum terbiasa membaca Al-Qur’an secara sempurna atau belum membudayakan khatam Al-Qur’an. Khatam Al-Qur’an hanya untuk anak-anak kita yang akan tamat MDA/TPA. Setelah itu, mereka menaruh mushafnya di dalam lemari kaca dan disentuh di saat-saat tertentu seperti Bulan Ramadhan atau pada acara kematian. Bahkan, ada masyarakat kita yang seolah-olah mengenal Al-Qur’an untuk dibacakan pada orang yang sudah mati. Padahal, Al-Qur’an itu untuk orang yang hidup, untuk dibaca, dihafal, direnungkan isinya, diamalkan dan didakwahkan. Sangat aneh memang seorang muslim tidak bisa membaca Al-Qur’an, atau bisa membaca Al Qur’an tetapi tidak membacanya. Padahal, sangat banyak keutamaan Al-Qur’an dan membacanya yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad Saw. Dalam Surat Al-An’am, Allah Swt berfirman yang artinya: ”Ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang telah kami turunkan dengan penuh berkah yang membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya agar engkau memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan orang-orang yang di sekitarnya. Orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara sholatnya.” (Al -An’am [6]: 92) Untuk memompa semangat kita dalam membaca Al-Qur’an dan mengkhatamkannya, marilah kita renungkan beberapa arahan Rasulullah Saw. “Bacalah Al-Qur’an. Sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi pembacanya di hari kiamat.” (Imam Muslim dari Abu Umamah RA) “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan baik. Orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata, ia mendapat dua pahala.” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Aisyah RA) “Tidak ada kaum yang sedang membaca, mempelajari, dan mendiskusikan Kitab Allah, kecuali para malaikat akan menaungi mereka, rahmat akan tercurah kepadanya, sakinah (kedamaian) akan turun atasnya, dan Allah akan sebutkan nama mereka kepada semua mahluk yang ada disisi-Nya.” (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah RA) “Sesungguhnya orang yang di hatinya tidak ada sesuatupun dari Al-Qur’an, ia bagai rumah yang rusak.” (HR Imam At-Turmudzi dari Ibnu Abbas) “Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah nikmat yang tak akan pernah diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya.” (Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an, Sayyid Qutb) *Penulis adalah Naib Syeikh 1 Bidang Akademik Ma’had Al-Jami’ah, dan dosen Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau. Sekarang sedang menyelesaikan program doktoral di Universitas Maulay Ismail-Meknes-Maroko

Rabu, 20 Juni 2012

معهد الجامعة

من يرد الله به خيرا يفقه فى الدين (متفق عليه